OC KALIGIS PENGACARA SEJUTA
TRIK
OC
DIKENAL KARENA CARANYA YANG TIDAK LAZIM DALAM MEMBELA KLIEN. IA MENYURUH PIHAK
YANG BEPERKARA MELAKONI SUMPAH POCONG, BAHKAN MENCEGAT JAKSA AGUNG YANG SEDANG
JOGING.
Setiap
bulan
majalah dari klub malam X2 diantar ke kantor advokat O.C. Kaligis dan
Associates di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat. Bos kantor itu, Otto Cornelis
Kaligis, memang jadi anggota VIP klub malam di Plaza Senayan, Jakarta, itu.
Mantan anak buahnya, Dea Tunggaesti, bercerita advokat yang kini berusia 72
tahun itu memang punya hobi clubbing. “Bosan sekali kau kerja, ayo kita
jalan, minum-minum kita,” kata Dea menirukan ajakan OC—sapaan O.C.
Kaligis—kepada para anak buahnya.
Selain ke klub malam, menurut Dea, para
karyawan firma hukum itu kerap diajak pelesir ke vila milik OC di Bali atau ke
luar negeri. “Ya, kami seringlah refreshing,” ujarnya. Kantor pengacara
OC kini memang sudah jauh berbeda dari ketika OC membukanya pada 1979. Istri
muda Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evi Susanti, mengatakan tarif
OC Rp 50 juta per kedatangan. Dulu keuangan kantor OC morat-marit lantaran OC
baru dua tahun menjadi pengacara. Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Parahyangan,
Bandung, OC pada 1966 jadi asisten notaris. Lalu, pada 1969, ia mendirikan
kantor bantuan hukum, tapi lebih berfokus pada pengurusan perizinan dan
pertanahan. Namun OC tampaknya tidak bisa menahan “darah hukum” dari Opa
Mangindaan, kakek dari garis ibunya yang jadi jaksa pada zaman penjajahan
Belanda. Ia akhirnya memutuskan jadi advokat pada 1977. Baru dua tahun jadi
pengacara, OC pada 1979 nekat membuka firma hukum sendiri, O.C. Kaligis &
Associates di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat.
Namun namanya cepat meroket karena dia berani
beracara melawan para pengacara yang lebih senior dan terkenal, seperti Gani
Djemat dan Yap Thiam Hien, bahkan berani berdebat secara terbuka. Pada era Orde
Baru, saat kebanyakan orang tidak berani mengganggu militer dan aparat hukum,
OC justru membela orang yang berkasus dengan TNI. Bahkan, pada 1984, ia
termasuk yang pertama menempuh langkah praperadilan dengan menggugat Satuan
Komando Garnisun Ibu Kota yang menangkap kliennya, Tjiam Tjen Sung. Selain
salah tangkap, OC menyebut yang menangkap seharusnya polisi, bukannya tentara.
OC juga pernah mengadukan jaksa dan
hakim yang meminta duit buat mengurus perkara. Kontroversi demi kontroversi itu
ternyata malah mengangkat pamor OC. Kantor OC malah jadi magnet buat para
sarjana hukum yang ingin berkarier sebagai advokat. Beberapa yang pernah mampir
di kantor OC antara lain Denny Kailimang, Elza Syarief, Hotman Paris Hutapea,
Juniver Girsang, serta mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir
Syamsuddin.
Amir mengatakan dulu pengacara pemula
seperti dia akan bangga kalau bisa bergabung dengan pengacara yang sudah
terkenal. Saat itu, kata dia, tak banyak pengacara yang tenar, tapi OC termasuk
yang cukup populer. “Dia terkenal karena memang banyak menangani kasus yang
menarik perhatian publik,” kata Amir OC antara lain menjadi pengacara “ratu ekstasi”
Zarima dan anggota Brimob yang dituduh menembak mahasiswa Universitas Trisakti
pada 1998. Kantor OC juga menangani dua terdakwa yang diduga terkait kasus
pembunuhan berantai oleh “Ryan Jagal dari Jombang”. Lalu ada kasus video mesum
artis Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari. OC juga menjadi pengacara Prita Mulyasari
saat dituding mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni Internasional yang memicu
gerakan “Koin untuk Prita”.
Saat kalah di pengadilan pun OC tetap
punya cara buat memenangkan kliennya. Ketika Mahkamah Agung menolak gugatan 35
sopir PPD yang menuntut uang pensiun, OC meny takan akan membayari dana hari
tua itu hingga semua kliennya meninggal. Tapi kasus paling kakap yang pernah
dipegang OC tentunya kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan presiden
Soeharto. Sejak Desember 1998, OC menyandang julukan pengacara Cendana” saat
ditunjuk Soeharto menjadi penasihat hukumnya. Hasilnya, kejaksaan menyetop
penyelidikan terhadap Soeharto pada 1999.
Kasus lain adalah saat pemerintah menggugat perdata Soeharto dan
Yayasan Supersemar pada 2008, hasilnya, pengadilan memutuskan Yayasan Supersemar
bersalah tapi Soeharto bebas dari semua tuntutan. Selain disorot karena jadi
pengacara bagi mereka yang terseret kasus korupsi, OC jadi tenar berkat
cara-caranya yang tidak lazim dalam mengurus kasus. “Yang saya ingat dan
perhatikan, dia kreatif dalam menghadapi dia punya kasus,” kata Amir
Syamsuddin. Bekas teman kuliah yang pernah membuka firma hukum bersama OC,
Rudhy Abraham Lontoh, mengingat kawannya itu pengacara pertama yang membawa
kasusnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara. “Ia selalu menemukan langkah-langkah
terobosan dan kiat-kiat orisinal yang tidak ada duanya dalam melakukan
pembelaan,” ujar Rudhy.
Misalnya saja saat dimintai bantuan
hukum oleh artis Ida Iasha, yang pada Maret 1986 terancam dideportasi ke
Belanda. Sehari sebelum pemulangan itu, OC menyuruhnya menulis surat permohonan
bantuan agar bisa tetap bersama suaminya yang orang Indonesia dan ketiga
anaknya. Surat itu ditujukan kepada Ibu Tien Soeharto dan OC sendiri yang
mengantar surat itu ke Cendana. Dalam hitungan jam, upaya yang di luar jalur
hukum itu membuahkan hasil karena OC menerima telepon dari Menteri Kehakiman
Ismail Saleh. “OC, ternyata Ibu Tien memperha- tikan kasus Ida Iasha yang kamu
pegang,” ujar sang menteri. “Pokoknya dia bisa ditolong, kok.” Melibatkan istri
presiden itu hanyalah satu dari banyak jurus OC buat memenangi perkara. Ia
pernah menyuruh pihak yang beperkara melakoni sumpah pocong, bahkan mencegat
Jaksa Agung yang sedang joging.
Acap kali OC memakai surat pembaca di
media massa agar perhatian publik terbetot pada kasus kliennya. Ia mengakui itu
memang bagian dari strategi pembelaan yang disusunnya. “Sering kali, dari surat
pembaca, perkara yang saya tangani diangkat sebagai berita nasional,” kata OC
dalam biografinya, A Man with Million Surprises. Menurut OC, semua trik
itu lebih banyak tidak direncanakan, tapi terlintas begitu saja saat menangani
perkara.
Semua itu bagi dia adalah bentuk
kreativitasnya. “Saya all out dalam membela klien,” ujarnya. Masih dalam
biografinya, OC mengklaim tak pernah menukar moral dan idealisme dengan uang.
Namun KPK sepertinya berpendapat berbeda dan menetapkannya sebagai tersangka
dan menahan OC dalam kasus dugaan suap terhadap tiga hakim PTUN Medan.
Sebelumnya, KPK menangkap anak buah OC, advokat M. Yagari Bhastara, di Medan setelah
mengantar uang buat ketiga hakim. OC menyatakan tak tahu-menahu soal suap itu,
tapi pengacara Yagari alias Gerry, Haeruddin Massaro, menyebut OC sempat
memerintahkan Direktur O.C. Kaligis & Associates, Yenny Octarina Misnan,
menghapus sejumlah data setelah kliennya tertangkap. Setelah ditahan KPK, OC,
yang mundur dari posisi Ketua Mahkamah Partai NasDem, me- ngeluhkan merosotnya
jumlah klien di kantor pengacaranya. “Hancur saya punya karier,” ujarnya.
0 komentar:
Post a Comment