ROKOK
KRETEK VS ROKOK FILTER
Para
buruh
linting rokok sudah mulai datang ke pabrik milik PT HM Sampoerna di Desa Kunir
Kidul, Lumajang, Jawa Timur, pada Jumat pagi, 16 Mei lalu. Semua seperti tampak
normal. Tapi, di pabrik itu, para pekerja malah diminta masuk ke salah satu
ruangan produksi. Di sana mereka berkumpul dengan rekan mereka yang men- dapat
giliran kerja malam, yang rupanya belum pada pulang. Manajemen pemilik merek
rokok kretek terkenal Dji Sam Soe itu kemudian meng-umumkan kabar buruk itu.
Pabrik linting rokok tempat mereka bekerja akan ditutup. “Saya sendiri baru
tahu kalau pabrik ini akan ditutup,” kata salah satu buruh yang hanya menyebut
nama pendeknya, Ayu. “Padahal pekerjaan ini menjadi tulang punggung kami untuk
menopang kehidupan keluarga.”
Di hari itu Sampoerna mengumumkan akan
menghentikan produksi pabrik linting rokok di Lumajang dan Jember untuk
mengurangi produsi kretek nonfilter. Ayu dan sekitar
4.900 buruh lain bakal kehilangan pekerjaan. Dengan berkurangnya pabrik linting
di Lumajang dan Jember, Sampoerna tinggal mengoperasikan lima pabrik lainnya,
yakni tiga di Surabaya serta masing-masing satu di Malang dan Probolinggo.
Alasan penutupan sangat sederhana: rokok
tanpa filter terus
berkurang peminatnya. Para pencandu rokok ini mengganti rokok tanpa filter yang
dilinting secara manual menggunakan tangan dengan rokok yang memakai filter,
yang produksinya dengan mesin. “Ini akibat perubahan selera konsumen,” kata
Sekretaris Perusahaan Sampoerna, Maharani Subandhi. Lesunya pasar kretek tanpa
filter ini tidak hanya dialami Sampoerna. Direktur Jenderal Industri Agro.
Kementerian
Perindustrian, Panggah Susanto, mengatakan tren ini dialami industri rokok yang
lain. “Cuma,” katanya, “memang hanya Sampoerna yang telah melaporkan secara
resmi ke pemerintah.” Sampai sekitar 50 tahun silam, kretek rekayasa asli
Indonesia, yang memasukkan bumbu seperti cengkeh dalam batang rokok identik
dengan rokok tanpa filter. Rokok filter saat itu hanya tersedia untuk tipe
rokok putih alias rokok tanpa cengkeh. Rokok putih, yang berfilter itu,
dikuasai merek-merek asing. Di akhir 1960-an, untuk pertama kali muncul rokok
kretek dengan menggunakan filter. Pabrik yang pertama memasang mesin rokok
filter adalah Bentoel.
Rokok
ini juga tampil dengan kemasan modern,
tidak kalah dengan rokok putih. Langkah Bentoel ini kemudian di ikuti
pabrik-pabrik rokok lain. “Produk rokok kretek filter saat ini tidak hanya
mengandung tembakau, tapi juga dicampur dengan rempah-rempah, misalnya
cengkeh,” kata Sekretaris Jenderal
Gabungan Perserikat an Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Hasan Aoni Aziz. Citra
rokok kretek tanpa filter sebagai produk untuk kalangan tua pun mulai
bermunculan. Para perokok yang masih muda, menurut Hasan, memilih kretek dengan
filter.
Produk ini dipandang mencerminkan
konsumen perkotaan dan kalangan menengah. Sedangkan Sampoerna, kepada
Kementerian Perindustrian, mengutip alasan lain lagi mengapa rokok kretek tanpa
filter mulai berkurang peminatnya. Menurut mereka, rokok tanpa filter lebih
lama saat dikonsumsi. Selain itu, ungkap Sampoerna seperti dikutip Panggah
Susanto, “Sering kali ada tembakau yang menempel di bibir (saat merokok kretek
nonfilter).” Pergeseran selera ini membuat pangsa pasar kretek nonfilter di
seluruh Indonesia terus anjlok.
Data Gappri menunjukkan, lima tahun silam
pasar kretek tanpa filter masih lebih dari 30 persen, tapi sekarang tinggal 23
persen. Sedangkan di Sampoerna, selama setahun saja penjualan rokok kretek
tanpa filter turun sampai 13 persen pada tahun lalu. Tahun ini ancaman bagi
buruh linting rokok lain bertambah buruk. Total penjualan rokok kretek tanpa
filter di seluruh Indonesia turun drastis pada tiga bulan pertama. “Hingga
kuartal pertama 2014, (penurunan) mencapai 16,1 persen,” tutur Maharani.
Penurunan ini membuat Sampoerna mengurangi
produksi dengan menutup dua dari tujuh pabriknya. Tahun ini Sampoerna hanya
akan memproduksi kretek tanpa filter sebanyak 60 miliar batang. “Padahal
sebelumnya bisa memproduksi 74 miliar batang,” kata Panggah Susanto, yang
mendapat laporan itu.
Keputusan ini membuat Ayu dan para buruh
linting kehilangan pekerjaan. Sampoerna sudah menjanjikan operasi pabrik akan
berlangsung sampai akhir Mei dan proses pembayaran pe- sangon beserta tunjangan
hari raya dilakukan sampai 1 Juni. Berkurangnya para buruh linting ini mengge-
lisahkan pemerintah. Panggah sudah meminta Sampoerna mencari cara dalam
mengurangi tren melemahnya pasar kretek nonfilter itu. Dia juga menyarankan
kepada Sampoerna untuk memangkas ukuran rokok kretek nonfilternya. “Saya minta
mereka menjajaki solusi untuk mengatasi masalah tersebut sehingga, nanti- nya,
tidak ada lagi penutupan pabrik dan PHK,” katanya.
0 komentar:
Post a Comment