Ber-Backpacker-an Asyik
Traveling
dengan biaya minim? enggak usah malu. kini lagi ngeTren, kok.
Pada dasarnya, semua
orang doyan sama yang namanya traveling. Sebuah penelitian membuktikan,
7 dari 10 orang di dunia senang bepergian. Tapi, zaman dulu, rasanya berwisata
ke tempat-tempat baru hanya bisa dilakukan orang berduit lebih saja. Apalagi
kalau pingin pergi ke luar negeri, yang biayanya selangit. Rasanya itu cuma ada
di awang-awang saja. Mira contohnya. Dari kecil dia ingin sekali
pelesir
ke daerah-daerah di Indonesia. Dia juga punya mimpi berkeliling dunia. Tapi
keinginan itu agaknya susah terwujud. Mira merasa semua terhambat oleh biaya
dan waktu. “Berapa uang yang harus disiapkan, belum lagi waktu untuk
jalan-jalan. Belum tentu dapat cuti dari kantor,” ujarnya.
Tapi sebenarnya kini traveling
bukan lagi milik orang yang punya banyak uang saja. Orang- orang yang duitnya,
ya, tak banyak-banyak amat juga bisa menikmati bepergian ke berbagai tempat.
Tren yang sedang digilai, khususnya anak-anak muda, saat ini adalah backpacker.
Konsep traveling ini sebenarnya sangat lumrah di luar negeri. Tapi, di Indonesia,
baru tahun-tahun terakhir ini saja marak.
Backpacker
adalah sebutan untuk orang-orang yang gemar menjelajah dengan bujet minim.
Dikenal dengan backpacker karena biasanya orang-orang ini selalu membawa
tas punggung dalam perjalanannya. “Itu menjadi ciri khas,” ujar Bima asal Jakarta.
Berbagai forum tentang backpacker kini makin ramai di dunia maya.
Cerita-cerita perjalanan dan biaya yang superminim membuat banyak orang
tertarik mencoba menjadi backpacker. Siapa yang tak mau jalan-jalan ke
Malaysia selama tiga hari hanya dengan Rp 500 ribu? Atau berkeliling di
Kalimantan Timur hingga Derawan selama 15 hari dengan biaya tak lebih dari 600
ribu? “Kalau murah gitu sih, saya juga mau,” kata Aris, salah satu
peminat backpacking.
Lebih
Menyiksa? Karena bujet yang
minim, banyak pengeluaran selama traveling harus ditekan. Misalnya
memilih bus, yang lebih murah, daripada pesawat, yang mahal. Konsekuensinya,
perjalanannya jadi lebih lama.
Buat beberapa
orang, traveling ala back packer terasa lebih menyiksa. Namun
mereka penyuka backpacker punya pendapat berbeda. Buat mereka, traveling
bukan melulu soal tempat tujuan. “Tapi juga bagaimana perjalanan menuju
destinasi, itu bisa jadi pengalaman tersendiri,” kata Bima. Bima, yang sudah
belasan tahun menjadi backpacker, mengaku jarang mengalami capek-capek
setelah traveling. “Kalau traveling is not about the destination, but
the journey,” ujarnya. Menurut Bima, backpacking tidak hanya memberi
pengalaman menjelajahi tempat- tempat baru saja. Tapi juga bisa mendapatkan
banyak pelajaran hidup serta kesederhanaan. Menjadi backpacker mungkin
terlihat gampang, tapi sebenarnya tidak.
Banyak persiapan yang mesti dilakukan
sebelum memulai petualangan. Mulai stamina, keuangan, hingga barang-barang yang
sebaiknya dibawa. Para backpacker biasanya membagi penga- lamannya ke
forum-forum diskusi. Forum ini biasanya diakses oleh para pemula untuk
memperoleh saran atau rekomendasi. “Di sini pula para backpacker bisa
mendapatkan teman untuk mengunjungi tempat baru,” kata Bima. Menurut dia,
mengajak banyak teman kadang bisa menjadi salah satu cara menghemat ongkos.
Misalnya bisa sharing penginapan, transportasi, dan sebagainya. Nah, sekarang
mau backpackeran ke mana kita ?
0 komentar:
Post a Comment