Pasukan Siluman di Lapas Cebongan



Penggalan frame Aksi "penghabisan" preman di  Yogya


“Keluaaaaar! “ “Mana Pak Margo?” “ Ayo keluaaaar!”    

       Sarmindah begitu ketakutan mendengar teriakan-teriakan orang mencari suaminya, Margo Utomo. Jarum jam masih menunjuk angka 00.30 WIB, Sabtu, 23 Maret 2013 itu. Nalurinya memperingatkan, ada yang tidak beres. Mendengar teriakan itu, sang suami, Margo yang menjabat Kepala Koordinator Satuan Polisi Khusus/ Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-B Sleman, yang tengah tertidur pun bangun. Di depan mata istrinya, Margo lantas diseret sambil ditodong senjata. “Cepat! Bapak ditunggu komandan!” bentak salah seorang penjemput kepada Margo yang saat itu hanya mengenakan celana pendek dan kaus oblong. Mereka memaksa Margo kembali ke lapas yang berada sekitar 700 meter di sebelah rumah dinasnya.
        Begitu Margo pergi, tidak lama terdengar rentetan tembakan senjata beruntun. Suara tembakan itu sa- ngat-sangat keras. “Dor! Dor! Dor!” Sarmindah pun sempat berpikir sang suami pasti sudah mati kena tembakan itu. “Kejadiannya mirip aksi penculikan jenderal di G-30S/ PKI itu Mas. Sangat menakutkan,” cerita perempuan asal Jambi itu.

        Saat Margo masuk ke lapas, delapan sipir anak buahnya yang bertugas malam itu sudah tergolek lemas dengan luka-luka di wajah. Salah seorang sipir terkapar dengan darah mengucur di pelipisnya. Dari situ Margo tahu lapas diserbu.  Memang sekitar jam 00.00 WIB, tiba-tiba saja lima mobil mendekati Lapas Cebongan. Ada Avanza, Innova dan mobil sedan, serta dua truk. Belasan orang bertopeng turun dari mobil itu. “Mereka mengenakan celana jeans, sepatu kets, sebagian lagi sepatu panjang hitam PDL, rompi antipeluru warna hitam serta penutup muka,” kata Kabid Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti. Sumber menyatakan, di dada kiri dan kanan mereka tersemat dua granat. Di pinggang terselip pistol, dan di pinggang bagian bawah beberapa magasin tergantung. “Hampir semua membawa senjata laras panjang AK-47 Kalashnikov,” kata sumber itu.  
      Seperti sudah dikoordinasi, 17 orang itu lantas berpencar mencari posisi masing-masing. Dua orang di antara mereka menjaga mobil yang diparkir di depan mulut Jalan Lapas Sleman yang jaraknya sekitar 100 meter dari lapas.  Satu orang berjaga di sisi kanan luar lapas, satu di depan pintu gerbang masuk, satu di depan pintu gerbang masuk lapas, satu di sisi kiri luar lapas dan di pintu keluar. Kemudian 10 orang berusaha masuk lapas. Sipir penjara berusaha mengadang mereka. Namun kepada penjaga penjara, salah seorang dari mereka menunjukkan surat berkop Polda DIY. “Kami mendapat tugas untuk ngebon  (meminjam) tahanan bernama Deki, Adi, Dedi dan Juan,” kata orang yang tidak mengenakan penutup muka itu. Deki adalah nama alias dari Hendrik Benyamin Sahetapi (38), Adi adalah Gamaliel Yermiyanto Rohi Riwu (33), Dedi adalah Adrianus Candra Galaga (23) dan Juan adalah nama alias dari Yohanes Juan Manbait (37).     
      Keempatnya adalah tersangka kasus pembunuhan Heru Santoso, prajurit Kopassus berpangkat Sersan Ke- pala (Serka) yang baru 6 bulan pindah bagian menjadi anggota Intel Kodam IV/Diponegoro. Pembunuhan Santoso terjadi di Hugo’s Cafe, Jalan Adisucipto Km 8.7, Yogyakarta, Selasa dini hari, 19 Maret 2013.
      Sipir penjara menolak permintaan
ngebon  empat tersangka yang baru dititipkan Polda DIY itu pagi sebelumnya. Nah, karena dianggap menghambat, sipir langsung dihajar. Setelah itu, tiba-tiba sekitar 10 orang bertopeng dan bersenjata lengkap masuk lapas. Mereka menghajar sipir yang jaga. Sipir dikumpulkan dan dipukuli sambil meminta kunci sel tempat empat tahanan itu berada. “Kami langsung dipopor, dipukul dan diinjak-injak karena tidak mau memberi tahu,” kata salah satu sipir yang bertugas malam itu. salah seorang sipir mengatakan kunci dipegang Margo. 
      Setelah itu dua orang penyerang pergi menjemput Margo di rumah dinasnya. Margo datang dengan kedua tangannya diapit dua penyerang. Tangannya dikunci ke belakang badan dan kiri kanan samping kepala bagian leher ditodongkan pistol. Salah seorang yang dianggap komandan oleh gerombolan itu langsung meminta Margo mengantarkan ke sel Deki cs
       Awalnya Margo berusaha memperlambat memberitahu di mana sel Deki cs karena berharap akan ada bantuan datang. Maklum Kalapas II-B Sleman Sukamto Harto sudah berkoordinasi dengan Kakanwil dan Polda DIY setelah tahu empat tahanan yang dititipkan kepada mereka adalah tersangka pembunuhan anggota Kopassus. Namun begitu granat nanas digelindingkan ke arah sipir, Margo akhirnya buka mulut sambil menyerahkan kunci sel.
       Dengan gerak cepat, empat orang dari pasukan bersenjata itu langsung menuju ruang sel 5A, tempat Deki cs  ditahan bersama puluhan tahanan lainnya. Dalam ruangan sel 5A, ada 35 tahanan. Empat orang di antaranya adalah Deki cs yang jadi incaran gerombolan itu. “Siapa yang anggota geng Deki?” bentak salah satu anggota pasukan itu. Para tahanan yang ketakutan ha- nya diam saja. “Yang bukan geng Deki minggir!” teriaknya lagi.  Lantas satu per satu tersangka pembunuh Santoso dipisahkan dari tahanan yang lain. Ketahuanlah tiga orang geng Deki. Dor! Dor! Salah seorang dari pasukan itu kemudian menembaki tiga orang itu.
      Tubuh mereka langsung ambruk ke lantai dengan darah mengucur dari tubuhnya. Nyawa mereka langsung meregang setelah peluru yang berasal dari senjata serbu AK-47 bersarang di tubuh. Satu orang lagi dicari dan ditemukan di dekat kamar mandi dan langsung dihabisi.Menurut Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila, setelah roboh empat tahanan itu  kembali ditembak di kepala.
      Gilanya setelah mengeksekusi Deki cs, gerombolan itu meminta para napi yang ada di ruangan bertepuk tangan. “Ayo sekarang kalian tepuk tangan,” begitu perintah salah seorang penyerang kepada 31 napi yang menyaksikan peristiwa pembantaian itu. Para tahanan yang ketakutan itu pun terpaksa patuh bertepuk tangan. Di tengah tepuk tangan itu, pasukan bertopeng itu keluar dari lapas.
       Namun tiba-tiba ada salah seorang tahanan yang berteriak, “Hidup Kopassus!” Tiba-tiba keempat penyerang langsung balik badan lagi dan membentak sambil bergaya akan menembak lagi, “Siapa itu yang teriak?” Untunglah kemudian dari radio komunikasi ada yang memerintahkan keempatnya agar segera cabut. Rupanya target waktu mereka mepet. "Ada satu orang yang bertugas memperhatikan jam," jelas Noor Laila. Sebelum meninggalkan lapas, pelaku menyeret petugas lapas untuk minta ditunjukkan tempat kontrol CCTV.     
       Setelah menemukan ruang Kalapas, mereka mendobrak pintunya lalu merusak CCTV dan meng- ambilnya.    Selain CCTV dirusak, monitor, dekoder dan server  CCTV juga dibawa 17 penyerang bersenjata itu. Selebihnya 1 HT inventaris lapas hilang dan 4 handph one  sipir juga dibawa. Setelah itu satu per satu para penyerang keluar dan kabur naik lima mobil dengan cara berpencar. Total lamanya horor itu terjadi hanya dalam waktu 10-15 menit.  

      Sebenarnya, anggota Polres Sleman sempat mela- kukan patroli untuk memantau Lapas Cebongan se- telah mendapat telepon pihak lapas agar membantu penjagaan terkait pemindahan Deki cs ke lapas itu. Saat dilakukan patroli, gerbang lapas sudah digembok dan kondisi terlihat normal. “Setelah melewati lapas, patroli kami kemudian menuju diskotek Liquid, sebab di sana ada konser grup Virgin,” kata Kepala Polres Sleman AKBP Hery Sutrisman.  Namun sebelum sampai ke Liquid, petugas patroli mendapat laporan ada perampasan sepeda motor dengan penusukan. Akhirnya patroli datang ke lokasi kejadian. Nah saat olah TKP itulah ada informasi penyerangan Lapas Cebongan.
      Dua polisi lantas ditugasi mendatangi lapas. Begitu tiba mereka melihat ada serombongan orang ber- kumpul di depan halaman penjara. Mereka terlihat berbadan tegap dan menenteng senjata laras panjang. Keduanya jadi ragu untuk melanjutkan langkah menuju lapas. Mereka memilih balik badan menuju ke polsek untuk mencari bantuan. Sayang, pasukan Brimob dan Reserse datang setelah satu jam lebih dari kejadian mengerikan itu. Orang-orang bertopeng itu sudah menghilang entah ke mana. Mabes Polri yang menerjunkan Densus 88 untuk menangani kasus ini belum menemukan titik terang siapa pelaku. 
      Korps berbaju cokelat itu hanya bilang, mereka orang-orang terlatih atau profesional. Kapolri Jenderal Timur Pradopo menegaskan akan menuntaskan kasus itu dengan serius. “Sekarang sedang bekerja,” jelas Timur. Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) menyebut pasukan yang menyerbu Lapas Cebongan adalah pasukan siluman, sebab tidak jelas siapa mereka. Sumber menyebutkan, polisi saat ini sudah membuat sketsa pria yang menunjukkan surat berkop Polda yang belakangan oleh Polda DIY disebut surat palsu. Si pria yang tidak mengenakan topeng ini masih muda dan ganteng. Sayang polisi belum mau membuka identitas soal orang ini.    “IPW yakin Polri sudah punya indikasi siapa pelaku penyerbuan. Untuk itulah sketsa wajah pelaku harus segera dibuat dan dipublikasikan ke publik,” desak Neta.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Post a Comment