RUTE JALUR PERDAGANGAN REMPAH INDONESIA



 Jalur perdagangan rempah-rempah

     Beberapa hari berada di Jerman untuk menghadiri Frankfurt Book Fair pada 14-18 Oktober lalu, Menteri Pendidikan Anies Baswedan meng- aku ada sesuatu yang kurang pada makanan yang disantapnya. Tapi, ketika paviliun Indonesia, yang menjadi tamu kehormatan di sana, menghidangkan aneka menu masakan tradisional Nusantara, selera makannya kembali normal. “Bukan cuma saya dan orang-orang Indonesia, semua undangan yang hadir pun berdecak nikmat begitu menyantap aneka masakan tradisional kita. Rupanya yang kurang atau hilang itu adalah rempah-rempah, yang memang tak dipunyai bangsa Eropa,” kata Anies saat membuka pameran dan seminar “Jalur Rempah The Untold Story” di Museum Nasional,

      Acara yang diprakarsai Yayasan Bina Museum Indonesia Replika perahu Mandar yang biasa digunakan dalam itu berlangsung hingga 25 Oktober.  Sayang, Anies melanjutkan, predikat Indonesia sebagai produsen rempah-rempah nomor satu di dunia beberapa abad lalu kini tidak lagi disandang. Peredaran rempah di dunia seka- rang ini 80 persen berasal dari India. Padahal, beberapa ratus tahun silam, bang- sa-bangsa Eropa, seperti Portugis, Spanyol, serta Belanda, datang dan menjajah kerajaan- kerajaan di wilayah Nusantara demi mencari dan menguasai rempah-rempah karena punya khasiat dan nilai ekonomis sangat tinggi. Sebuah katalog dagang dari abad ke-14 yang ditulis oleh saudagar dari Florence, Francesco Balducci Pegolotti, yang dikutip Jack Turner da- lam buku Sejarah Rempah dari Erotisme sampai Imperialisme mencantumkan tidak kurang dari 188 jenis rempah, di antaranya kenari, jeruk, gula, kurma, dan kapur barus.

      Tapi di peringkat tertinggi dengan daya tarik yang paling kuat dan bernilai lebih dari emas adalah cengkeh (Syzygium aromaticum) serta pala (Myristica fragrans) termasuk dengan bunganya. Cengkeh, pala, dan bunga pala tidak tumbuh di tempat lain. Sampai abad ke-18, cengkeh ha- nya terdapat di pulau-pulau kecil di sebelah ba- rat Halmahera: Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan. Demikian pula pala, hanya tumbuh di Pulau Banda. Masih menurut Turner, tingginya nilai rem- pah karena pemanfaatannya tak semata untuk bumbu masak, tapi juga untuk pengobatan dan pencegahan wabah penyakit serta keperluan stamina kaum lelaki. Tak aneh bila jarak ber- ibu mil ditempuh demi bisa menjangkaunya karena hal itu memang sebanding dengan nilai rempah-rempah yang diinginkan. Sementara itu, menurut sejarawan Universitas Indonesia, J.J. Rizal, kerajaan-kerajaan di Aneka rempah Nusantara berikut perlengkapan untuk penyimpanan dan pengolahan yang dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta, 18-25 Oktober laluNusantara telah terkoneksi dengan dunia luar karena daya tarik rempah paling tidak sejak 1700 sebelum Masehi.

      Indikasinya terlihat dari penggalian arkeologi di Terqa, sebuah situs di Mesopotamia (Suriah). Di sana ditemukan jambang berisi cengkeh di gudang dapur rumah sederhana. Juga catatan Tiongkok dari masa seorang kaisar Dinasti Han pada abad ke-3 SM tentang seorang pejabat kerajaan yang harus mengunyah cengkeh bila menghadap. Dari berita Tiongkok pula diketahui peran Nusantara meluas pada abad ke-8 menjadi penggerak globalisasi dunia karena menjadi asal-muasal pembentukan jalur pelayaran yang menghubungkan negeri Tiongkok dengan negeri-negeri “di atas angin” (the land below the wind), yaitu subkontinen India, Persia, dan negeri-negeri Arab di Timur Tengah yang berlanjut ke Benua Eropa.

      Jalur pelayaran menggunakan kapal yang mengarungi samudra semakin penting ke- tika jalur darat berupa perdagangan kafilah  (caravan trade), yang melintasi padang rumput dan gurun pasir, tidak aman akibat peperang- an yang berkecamuk di Asia Tengah pada abad ke-8. Sayang, dunia kemudian lebih mengenal is- tilah Jalur Sutra ketimbang Jalur Rempah-rempah. “Padahal sutra hanya salah satu komoditas yang diperdagangkan sepanjang jalur itu. Justru komoditas yang paling utama dan banyak diperdagangkan adalah rempah-rempah,” kata Rizal. Karena itu, ujarnya, para sejarawan lebih Para pengelana dari Eropa yang memimpin ekspedisi pencarian rempah di Nusantara sering menyebutnya Jalur Rempah-rempah (Spice Route).

     Adapun Anies Baswedan menyatakan pesan yang lebih bisa dibaca dari sejarah Jalur Rempah pada masa lalu adalah bahwa kejayaan itu diraih melalui penguasaan jalur maritim Nusantara. Karena itu, kesadaran akan pentingnya laut dan maritim menjadi sangat perlu untuk terus ditanamkan dalam pemikiran bangsa Indonesia. Hal itu bisa dilakukan dengan memunculkan kembali isu tersebut ke dalam ekspresi-ekspresi budaya Indonesia, mulai sastra sampai seni. Sebab, menurut Anies, imajinasi bangsa tentang laut dan maritim sudah lama kosong. “Ke depan, Jalur Rempah atau Maritim hanya wahana. 

      Poin terpentingnya adalah apa yang akan dibawa oleh kapal-kapal kita di laut, apa produk andalan kita ke depan,” Anies menegaskan. Secara terpisah, Direktur Eksekutif Kebun Raya Didi Setyabudi H. mengusulkan agar dana desa digunakan untuk menanam aneka jenis rempah sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing. Di setiap provinsi juga idealnya memiliki kebun-kebun raya. “Ini untuk merevitalisasi rempah-rempah Nusantara agar bisa kembali berjaya. Tentu penelitian canggih juga perlu dilakukan karena nilai tertinggi di era sekarang ada pada ekstrak suatu produk,” ujarnya.   Didi Setyabudi H. menjelaskan aneka tanaman rempah yang dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta.   

       Cendekiawan muslim Profesor Azyumardi Azra mengingatkan bahwa upaya menghidup- kan Jalur Rempah akan mendapat tantangan keras dari Tiongkok. Sebab, negeri adidaya itu sudah jauh-jauh hari berambisi menghidupkan apa yang disebutnya Jalur Sutra Maritim. “Gagasan tentang ini bahkan disampaikan perta- ma kali oleh Xi Jinping di depan DPR RI pada Oktober 2013. Ia menyatakan bakal menyiap- kan dana US$ 40 miliar untuk membangkitkan kembali Jalur Sutra Maritim sejak dasawarsa awal abad ke-21 ini,” ujarnya. Gagasan tentang Jalur Sutra Maritim merupakan bagian dari rencana lebih besar Tiongkok tentang The Silk Road Economic Belt and The 21st Century Maritime Silk Road untuk menghubungkan Tiongkok dengan Asia Tengah dan Eropa melalui jalan darat, dan Tiongkok dengan negara-negara Nanhai, Lautan India, melintasi Laut Tengah, sampai Eropa.

     Gagasan tentang Jalur Sutra Maritim bersatu dengan Jalur Sutra dalam konsep One Belt One Road. Jalur Sutra Maritim jika terealisasi melibatkan sekitar 60 negara. “Gagasan ini jelas merupakan bagian dari ambisi teritorial, ekonomi-perdagangan, dan politik Tiongkok untuk memainkan peran lebih besar di dunia internasional dalam berbagai aspek kehidupan. Selain Jalur Sutra yang me- lintasi Asia Tengah terus ke Eropa, Tiongkok berambisi menguasai jalur perdagangan melalui laut, lautan (samudra), dan pelabuhan di kawasan selatan,” ujar Azyumardi. Tapi, secara historis, ia melanjutkan, gagasan Jalur Sutra Maritim tidak didukung kenyataan yang pernah ada. Sebab, yang terjadi pada masa lalu, komponen utama perdagangan adalah rempah-rempah, bukan sutra. Menteri Pendidikan Anies Baswedan mencungkil kayu di buritan kapal Mandar sebagai tanda peresmian pameran Jalur Rempah, Minggu (18/10) malam. 

      Merujuk pada kajian dari Clingendael In- statute lembaga think tank Kementerian Luar Negeri Belandayang menyebutkan bahwa Tiongkok sangat aktif dalam diplomasi bilateral dengan Indonesia melalui strategi maritim ke-dua negara, Azyumardi cemas Indonesia bakal “terperangkap” dalam permainan hegemoni Tiongkok. Sebab, Presiden Joko Widodo pernah me- nyatakan pengembangan dunia maritim Indo-nesia merupakan pelengkap sepenuhnya rencana dan program Tiongkok tentang Jalur Sutra Maritim. Dan Menteri Luar Negeri Tiongkok berjanji bakal sepenuhnya berpartisipasi aktif dalam pembangunan Indonesia sebagai kuasa maritim (maritime power).  “Akankah Indonesia bakal terjebak dalam ambisi Tiongkok terkait Jalur Sutra Maritim? Silakan renungkan sendiri,” kata Azyumardi.

Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Post a Comment