TERINSPIRASI KISAH NABI NUH, YANG M
ENYELAMATKAN UMATNYA YANG BERIMAN DENGAN SEBUAH PERAHU BESAR.
AKSES menuju masjid ini sedikit sulit. Maklum, masjid yang didirikan KH Abdurahman Maksum ini terletak di gang sempit, di tengah- tengah pasar, yang hanya bisa dilalui sepeda motor dan pejalan kaki. Namun keunikan masjid bernama Masjid Agung Al-Munada Darossala Baiturrohman ini tak tersembunyi. Buktinya, hingga kini masjid itu tetap ramai pengunjung. Masjid di Jalan Kasablanka Nomor 38 Menteng Dalam, Jakarta Selatan, ini diapit dua menara Apartemen Casablanca. Namun dua bangunan menjulang itu tak lantas meneng- gelamkan masjid yang dikenal den- gan Masjid Perahu ini. Disebut Masjid Perahu karena te- pat di samping masjid yang dibangun pada 1963 ini terdapat bangunan ka- pal besar. Konon, pendiri masjid ini terinspirasi kisah Nabi Nuh. Sang kiai mengagumi Nabi Nuh, yang me- nyelamatkan umatnya dengan membangun sebuah perahu besar. Perahu ini juga sebagai lambang pembelajaran untuk mengajak umat beribadah.
Perahu ini bukan perahu sungguhan. Sejatinya bangunan ini merupakan tempat wudu dan toilet. Uniknya, ada sebuah ruangan di dalam “dek kapal” yang biasanya digunakan sebagai tempat majelis taklim berzikir. Namun ruangan ini tidak besar. Diisi lima orang saja sudah penuh. Di atas perahu juga terdapat ruangan khusus untuk rapat pengu- rus masjid dan panitia kegiatan tertentu. Sejak didirikan, bangunan perahu ini sudah beberapa kali mengalami perubahan warna. Saat ini perahu besar yang menjadi ikon mas- jid ini dicat dengan warna putih bersih. Dulu di bawah perahu terdapat kolam, yang menjadikan perahu ini benar-benar terlihat seperti terdampar di pinggir pantai. Namun
kini dihilangkan karena banyak anak yang bermain di situ sehingga terjadi kerusakan di sana-sini. Di halaman masjid terdapat beduk beruku- ran besar dan dibuat saat masjid berdiri. Karena umurnya sudah terlalu tua, beduk itu tidak lagi digunakan, hanya dijadikan koleksi bersejarah Masjid Perahu. Dari luar, masjid ini tidak tampak besar.
Ketika pengunjung masuk ke dalam, hawa sejuk yang nyaman langsung terasa. Bagaimana tidak, lantai dan dind- ingnya terbuat dari marmer kehi- jauan dengan saf marmer putih. Inilah yang membedakan den- gan lantai serambi masjid lain, yang hanya terbuat dari keramik polos. Interiornya pun sangat menarik perhatian karena terdapat empat pilar kayu beruku- ran besar. Semuanya terbuat dari kayu jati. Dua pilar di belakang terbuat dari kayu utuh tanpa pahatan, sedangkan dua pilar di depan terbuat dari potongan-potongan kayu jati yang disatukan dan diukir dengan tulisan ayat-ayat Al- Quran berupa ayat Kursi dan surat An-Nur. Langit-langit atap juga terbuat dari kayu. Lampu kristal di tengah bangunan dalam masjid ini me- nambah kesan mewah. Keunikan lainnya adalah batu besar hitam berlapis kaca untuk imam masjid. Setelah menunaikan salat magrib,
Menurut pengurus masjid, Olan Sutaryono, yang juga merupakan imam masjid. Olan mengajak saya mengunjungi ruangan-ruangan di samping masjid. Di ruangan itu terdapat ruang perpustakaan yang sering digunakan sebagai tempat belajar Al-Quran (taman pendidikan Al-Quran/TPA). Di tengah-tengah ruangan ada Al-Quran rak- sasa dengan co v e r kayu jati yang terkunci. Al-Quran ini merupakan salah satu koleksi KH Abdurahman Maksum. Al-Quran itu ditulis tangan oleh Ustad H Amir Hamzah, pengajar Pondok Pesantren As-Syafiah, sejak 1975 sampai 2005. Al-Quran ini dikelilingi ba- tu-batu giok berukuran besar di dalam lemari kaca. “Batu ini juga sudah ada sebelum zaman batu akik n g e t re n ,” ujar Olan tertawa. Konon, batu-batu itu berasal dari gu- nung di Jawa Barat. Walaupun di pelosok Kas- ablanka, masjid ini selalu ra- mai pengunjung untuk berib- adah. “Dulu masjid ini tidak berada di pelosok. Karena kini sudah ada bangunan- bangunan baru, lingkungan masjid ini seakan-akan tergu- sur,” ujar Olan.
0 komentar:
Post a Comment