BANGKITNYA PANGERAN CENDANA
TOMMY
SANGAT MIRIP DENGAN SOEHARTO, AYAHNYA.
TRI Joko Susilo membolak-balik sebundel
proposal kegiatan. Sekelompok penggemar batu mulia bernama Great Stone Nusantara
(GSN) minta uluran tangan bos Joko, Hutomo Mandala Putra. Organisasi ini tengah
menggalang donasi untuk menggelar pameran. Joko tidak bisa sembarangan
meloloskan proposal, meski saat itu batu mulia tengah mengalami booming.
Ia harus selektif karena setiap hari ada pihak yang minta bantuan kepada Tommy,
nama sapaan Hutomo Mandala Putra,
baik di bidang sosial, bisnis, maupun politik. Bagi Joko, Tommy harus
mendapat imbalan sepadan kalau memutuskan menyumbang sebuah kegiatan ataupun
organisasi. Joko pun melapor kepada Tommy soal proposal asosiasi batu yang
ingin Tommy menjadi pembinanya itu. "'Joko, ini bagus enggak?' Saya
bilang, 'Bagus, Pak,'" ujarnya menirukan Tommy. Setelah bosnya itu
sepakat, Joko lantas mengatur pertemuan Tommy dengan pengurus asosiasi di
kantor putra bungsu mantan presiden Soeharto tersebut, lantai 9 Gedung Granadi,
Kuningan, Jakarta. Tiga pengurus, yakni Presiden Direktur GSN Irwansah Putra,
Penasihat GSN Juoto Sentani, dan Sekretaris GSN Juhantono, datang sambil membawa
proposal. Tommy bersedia memberikan bantuan. Tidak sampai dua bulan kemudian,
pameran pun digelar di Museum Indonesia Kompleks Taman Mini Indonesia Indah,
Jakarta Timur, Sabtu, 18 April 2015. Pesta penggemar batu mulia itu kian
semarak saat Tommy hadir.
Selaku ketua dewan pembina, Tommy menjadi pembicara kunci. Kedatangannya
disambut meriah. Uluran tangan Tommy itu pun berbalas dukungan politik. “Hidup
Pak Tommy! Hidup Pak Tommy! Pak Tommy presiden!” teriak para penggemar batu
mulia begitu menyambut kedatangannya. Berapa bantuan yang digelontorkan Tommy
untuk pameran batu akik tersebut? Tidak diketahui angka pastinya, tapi Tommy
tidak keberatan merogoh kocek jika merasa cocok dengan proposal yang diajukan.
Wakil Ketua Yayasan Dana Sejahtera Mandiri Haryono Suyono menceritakan Tommy
pernah memberinya bantuan Rp 100 juta saat ia kekurangan dana untuk sebuah
acara pada 2-3 tahun lalu. “Mas Tommy secara spontan, tidak banyak bicara, dari
ruang tamu masuk ke kamarnya. Setelah kembali, ia kasih saya amplop, isinya Rp
100 juta,” cerita Haryono.
Dukungan Tommy untuk asosiasi batu itu tidak berhenti di pameran saja.
Tommy juga menjanjikan membuat 100 kios bagi perajin batu mulia di kawasan
Manggarai, Jakarta Selatan. Ia juga akan rajin ke daerah untuk membentuk
pengurus daerah GSN, yang akan segera dilakukan.Tommy meminta agar bantuannya
kepada GSN tidak dipolitisasi. “Berhenti berprasangka buruk dengan niat orang
lain membantu ekonomi Masyarakat. Daripada prasangka, cobalah ikut membantu
juga #Kreatif,” cuit Tommy lewat akun Twitter-nya, HutomoMP_9.
Selain sibuk dengan asosiasi batu mulia, Tommy tengah mempersiapkan
organisasi kemasyarakatan bagi penyokongnya, yakni Himpunan Masyarakat Peduli
Indonesia (HMPI). Saat ini ormas ini sedang dalam proses pendaftaran ke
notaris. Strategi pendanaan bagi pengurus di daerah dirancang secara rapi.
Rencananya, tiap daerah akan memiliki deposito. Bunga deposito inilah yang
bakal dipakai untuk membiayai kegiatan operasional. Tommy menjabat ketua dewan
pembina. Sedangkan Joko duduk sebagai salah satu pendiri. “AD/ART sudah
terbentuk karena sebagai salah satu syarat dari notaris. AD/ART, logo. Tinggal
pembina, kami sudah mintakan KTP, dia sudah siap,” kata Joko, yang direkrut
Tommy setelah diberitakan menerobos sebuah konferensi internasional di Bali
demi membela Soeharto.
Tommy lahir pada 15 Juli 1962. Ia anak
kelima alias putra bungsu dari pasangan Soeharto dan Siti Hartinah. Saat sang
ayah menjabat presiden, ia lebih dikenal sebagai pereli. Ia menjadi Ketua Umum
Ikatan Motor Indonesia (IMI) Pusat selama dua periode. Ia juga yang memprakarsai
Rally Dunia, atau World Rally Championship (WRC), masuk di Indonesia,
di Medan 1996 dan 1997. Kehidupan Tommy berubah drastis tidak lama setelah
kekuasaan Soeharto tumbang pada Mei 1998. Soeharto diperiksa Kejaksaan Agung
untuk kasus korupsi tujuh yayasan yang didirikannya, yang diduga merugikan
negara Rp 1,7 triliun.
Tujuh yayasan itu meliputi Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan
Superse- mar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya
Bhakti (Dakab), Ya yasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong
Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora. Hingga meninggalnya, Soeharto tidak
berhasil dibawa ke pengadilan karena alasan menderita sakit otak permanen.
Menyusul ayahnya, Tommy diadili untuk ka- sus korupsi ruislag PT Goro
Batara Sakti-Bulog dan divonis hukuman 18 bulan penjara. Tommy memilih kabur
daripada menjalani hukuman itu. Ia pun jadi buron. Selama buron, Tommy justru
melakukan tindak pidana lainnya. Ia diduga terlibat pembunuhan berencana atas
Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, hakim yang mengadili kasasi kasus Goro.
Tommy diduga menyuruh orang untuk menembak mati Syafiuddin pada 21 Juli 2001.
Setahun jadi buron,
Tommy akhirnya ditangkap polisi.
Ia divonis 15 tahun penjara. Majelis hakim menyatakan Tommy telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah terkait pembunuhan Syafiuddin. Tommy
menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa
Tengah, sejak Agustus 2002. Namun ia kemudian dipindahkan ke LP Cipinang dan
kemudian bebas pada Oktober 2008 setelah mendapatkan remisi sebanyak enam kali,
yang jumlahnya mencapai 20 bulan. Bebas dari penjara, Tommy menjajal kembali
bangkit lewat jalan politik. Ia maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar
pada Munas Riau 2009. Namun ia gagal, dikalahkan Aburizal Bakrie. Setelah itu
sepak terjang Tommy kurang terdengar. Ia tampaknya sibuk di dunia bisnis. Pada
2011, Tommy, yang menyadari pentingnya media online, mendirikan Pelita
Online. Sempat kolaps satu tahun karena uangnya digelapkan pejabatnya,
Pelita Online kini digarap
serius. Tommy duduk sebagai presiden komisaris dan Joko selaku direktur utama.
“(Portal berita) online ke- inginan beliau sendiri. Sekarang kan
zamannya teknologi, gadget,” kata Joko. Pimpinan perusahaan Pelita
Online, Nur Qolbi, menyatakan Tommy tidak membatasi pemberitaan. Tommy
hanya memerintahkan agar media yang dikelola oleh 17 awak redaksi itu tetap
jalan. Namun Nur Qolbi mengakui kegiatan Tommy wajib diberitakan di Pelita.
“Kami sih tidak menceritakan segi baiknya. Tapi, terus terang saja, setiap
kegiatan, event, yang sifatnya perlu kami informasikan, itu wajib bagi
kami,” kata Qolbi. “Yang namanya media kan, apa namanya, memperhatikan siapa
pemiliknya, gitu kan?”
Dua tahun setelah memiliki media online,
tepatnya pada 12 Juni 2014, Tommy membuat akun Twitter dan aktif mencuitkan
pendapatnya atas banyak hal. Tidak jarang ia mengkritik pemerintahan Jokowi.
Misalnya pada Rabu, 22 April 2015, ia mencuit, “Sebentar lagi BBM akan naik
sedikit Dengan alasan ganti nama, bagi simpatisan Mohon bersabar sedikit sambil
menanti #KartuSabar :D.” Lewat Twitter itu pula, Tommy mengklarifikasi
tudingan-tudingan terhadap dirinya dan Keluarga Cendana. Ia, misalnya,
menjelaskan tentang kekayaannya dan statusnya yang pernah dipenjara. “Nih saya
akui. Saya memang memang pernah menjadi tahanan dan sudah melewati dgn menjalaninya,setidaknya
saya membuktikan saya taat hukum:),” cuit Tommy pada Minggu, 19 April 2015.
Setelah
muncul dalam pameran batu akik dan mengurus Golkar, Tommy masih menyimpan
banyak rencana. Ia tengah merintis renovasi Monumen Jogja Kembali di
Yogyakarta. Ia juga berencana mendirikan sebuah universitas untuk mengenang
ayahnya, Soeharto. Ia kini sedang mengincar universitas swasta untuk diambil
alih guna mewujudkan rencana tersebut. “Ini masih dalam proses. Apakah kami mau
menggunakan nama jenderal besar Bapak Soeharto atau tidak, masih harus dibahas
dengan saudara-saudaranya,” tutur Elza Syarief, pengacara Tommy.
Haryono Suyono, menteri era Presiden Soeharto, menilai Tommy sangat
mirip dengan Soeharto. “Gantengnya, juga perawakannya, kayak Pak Harto zaman
muda,” kata Haryono. “Yang saya lihat, apa yang saya alami dengan Pak Harto itu
menurun pada Mas Tommy.” Dalam hal pemberitaan, Tommy juga mirip dengan Soeharto,
sama-sama diberitakan dari sisi positif dan negatif. Bagi Haryono, Tommy
mempunyai jiwa sosial yang tinggi sama se- perti ayahnya. Ia pun aktif di yayasan
Soeharto yang didirikan Soeharto, di antaranya menjadi pembina Yayasan
Dharmais. “Dharmais memberikan bantuan kepada ribuan panti asuhan di seluruh
Indonesia,” kata Haryono.
Pengamat politik Hamdi Muluk menuturkan Tommy makin berani unjuk gigi karena
menilai sekarang merupakan waktu yang tepat bagi Keluarga Cendana untuk bangkit
lagi setelah Soeharto lengser 17 tahun lalu. “Yang benci Orde Baru itu sebagian
sudah meninggal. Bila Tommy mau maju jadi apalah, entah itu mau bikin partai,
mau jadi anggota DPR, katakanlah menjadi gubernur dan seterusnya, posisinya
sekarang sudah ada generasi baru, orang yang tidak kenal Orde Baru. Sudah 17
tahun, lo. Anak-anak yang lahir tahun 1998 mana ngerti? Ini sudah 17
tahun, sudah waktunya comeback,” ujar Hamdi. Joko yakin arah Tommy
adalah calon presiden pada 2019. HMPI sendiri sedang disiapkan sebagai perahu
bagi Tommy untuk tujuan tersebut.
0 komentar:
Post a Comment